Judul = Lupa Endonesa
Penulis = Sujiwo Tejo
ISBN = 978-602-8811-87-3
Jumlah Halaman = 232 Halaman
Penerbit = Bentang Pustaka
Buku Karya Sujiwo Tejo yang pertama aku baca.
Kesan pertama lumayan salut karena Pengantar Buku ini disampaikan oleh pak Dahlan Iskan yang merupakan Menteri BUMN Indonesia.
Dalam buku ini mbah jiwo (panggilan akrab Sujiwo Tejo) menceritakan hal – hal yang malu – malu, memalukan, atau tak memalukan tentang persoaalan negeri ini.
Mbah jiwo banyak menyindir berbagai tokoh atau pun perilaku masyarakat yang sudah lupa dengan bangsanya sendiri dan lebih disibukkan dengan persoalan pribadi sendiri atau pun golonganya.
Yang membuat menarik adalah dalam menyentil banyak pihak tersebut mbah jiwo menggunakan banyak tokoh dalam pewayangan terutama ponokawan.Dengan tokoh – tokoh tersebut yang sering berganti – ganti nama sesuai tokoh yang akan disindir, menghasilkan sentilan yang jenaka tapi menohok.
Berhubung saya baru membaca di awal januari 2014, konten yang ada di dalam buku ini agak sedikit ketinggalan jaman, namun pesan moral yang di hadirkan di setiap ceritanya tetap harus di laksanakan.
Buku ini lebih banyak menyentil berbagai kasus di Indonesia seperti kasus Century, Korupsi Gayus, Kasus Lumpur Lapindo, Huru hara kenaikan harga BBM, bahkan kasus VIdeo Ariel pun sempat di bahas disini dan masih banyak banyak lagi. Namun bagi saya kasus – kasus itu walaupun tidak terlalu update tapi belum semuanya terselesaikan, bahkan mungkin masih berkaitan dengan kasus yang sekarang sedang berjalan.
Mungkin karena di negeri Indonesia untuk menutupi kasus diganti dengan isu kasus yang lain.
Buku ini seperti ingin mengembalikan budaya Malu yang telah lama di tinggalkan Indonesia, seperti malu untuk korupsi, malu untuk berperilaku buruk dan malu untuk mencederai bangsa sendiri.
Entah kenapa cover bukunya sangat menarik sagi saya mungkin karena tampilannya simple dan dengan kata Endonesa bukan Indonesia. Pernah di jelasakan dalam suatu talk show bahwa penggunana kata Endonesa memang di sengaja untuk tidak menggunakan kata Indonesia.
Hal ini dilakukan karena samapai saat ini masih ada yang memperdebatkan kata Indonesia yang merupakan produk dari belanda.
Over All buku ini lebih sebagai pengingat betapa tidak ada bangsa yang sibuk menghancurnakn bangsanya sendiri kecuali Indonesia.
Pesan moral – moral yang di sampaikan secara jenaka juga harus di laksanakan agar tidak termasuk golongan penghancur bangsa sendiri.